Выбрать главу

“Saya juga tidak kenal dengan daerah ini.”

Taksi mereka terus berjalan.

Sopir taksi kedua berkata,

“Apakah sementara menunggu Anda mau duduk?”

Vera berkata dengan tegas, “Tidak.”

Kapten Lombard tersenyum. Dia berkata,

“Dinding yang cerah itu kelihatan lebih menarik. Atau Anda mau masuk ke dalam stasiun?”

“Tidak. Saya senang bisa keluar dari kereta yang sesak itu.”

Kapten Lombard menjawab,

“Ya, dalam cuaca seperti ini memang agak menjengkelkan bepergian dengan kereta api.”

Vera berkata,

“Saya harap akan tetap demikian — maksud saya cuaca ini. Musim panas kita sangat berbahaya.”

Dengan sedikit kaku Lombard bertanya,

“Apakah Anda kenal baik daerah ini?”

“Tidak, saya belum pernah ke sini.” Dia menambahkan dengan cepat, dengan maksud ingin menjelaskan posisinya, “Saya belum pernah bertemu dengan majikan saya.”

“Majikan Anda?”

“Ya, saya sekretaris Nyonya Owen.”

“Oh, begitu.” Sikapnya sedikit berubah, menjadi lebih yakin dan luwes. Dia berkata, “Bukankah itu agak aneh?”

Vera tertawa.

“Oh, tidak. Saya tidak menganggapnya demikian. Sekretaris nyonya itu tiba tiba saja sakit dan dia minta ke suatu agen untuk mencari pengganti sekretarisnya. Dan mereka mengirim saya.”

“Oh, begitu. Dan bagaimana kalau sesampai di sana Anda tidak menyukai pekerjaan itu?”

Vera tertawa lagi.

“Oh, ini hanya pekerjaan sementara — pekerjaan musim libur. Saya sudah punya pekerjaan tetap di suatu sekolah putri. Terus terang, saya ingin sekali bisa melihat Pulau Negro. Begitu banyak yang ditulis orang di koran tentang pulau ini. Apakah memang benar-benar luar biasa?”

Lombard berkata,

“Saya kurang tahu. Saya belum pernah melihatnya.”

“Benarkah? Keluarga Owen tentunya sangat menyukai pulau itu. Seperti apa sih mereka? Coba Anda ceritakan.”

Lombard berpikir, “Aneh — apakah aku harus berpura-pura sudah mengenal mereka?” Dia berkata dengan cepat,

“Ada lebah di lengan Anda. Jangan bergerak, diam saja.” Dia mengibaskan tangannya. “Nah. Sudah terbang!”

“Oh, terima kasih. Banyak sekali lebah pada musim panas ini.”

“Ya, saya kira karena panas. Siapa yang kita tunggu? Anda tahu?”

“Sama sekali tidak tahu.”

Lengkingan kereta yang datang terdengar keras dan panjang. Lombard berkata,

“Itu pasti keretanya.”

Yang muncul dari pintu seorang lelaki tua yang tinggi dengan sikap militer. Rambut abu-abunya dipotong pendek dan kumisnya yang putih teratur rapi.

Kuli yang mengikutinya, sedikit terhuyung-huyung karena membawa kopor kulit yang besar dan berat, menunjuk Vera dan Lornbard.

Dengan sikap tegas Vera mendekatinya. Dia berkata,

“Saya sekretaris Nyonya Owen. Ada sebuah mobil yang menjemput Anda.” Kemudian dia menambahkan, “Ini Tuan Lombard.”

Mata yang kebiru-biruan, meskipun tua tapi tajam, menilai Lombard. Untuk sesaat penilaian itu tampak pada matanya — tetapi tidak seorang pun yang mengerti.

“Laki-laki yang menarik. Tapi ada sesuatu yang kurang beres…”

Ketiganya masuk ke dalam taksi. Mereka melewati jalanan sepi Oakbridge dan menuju jalan raya Plymouth sekitar satu mil. Kemudian mereka sampai di jalan desa yang ruwet, curam, rindang, dan sempit.

Jenderal Macarthur berkata,

“Saya sama sekali tidak mengenal bagian Devon ini. Saya tinggal di Devon Timur dekat perbatasan Dorset.”

Vera berkata,

“Tempat ini sangat indah. Bukit-bukit dan tanahnya yang merah dan pepohonan yang serba hijau kelihatan bagus.”

Philip Lombard berkata dengan kritis,

“Tempat ini agak terpencil… saya sendiri suka tempat yang terbuka, di mana kita bisa melihat sesuatu yang akan datang.”

Jenderal Macarthur berkata kepadanya,

“Rasanya, Anda telah melancong ke banyak tempat. Benarkah?”

Lombard mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh.

“Saya memang pernah pergi ke beberapa tempat, Tuan.”

Dia berpikir sendiri, “Pasti dia akan bertanya apakah aku dulu juga ikut perang. Orang-orang tua biasanya begitu.”

Tetapi Jenderal Macarthur tidak menyebut-nyebut perang.

II

Mereka naik bukit yang curam dan kemudian turun melewati jalan berkelak-kelok menuju Sticklehaven. Sekelompok rumah dengan satu dua perahu penangkap ikan yang terdampar di pantai.

Dengan diterangi cahaya matahari yang akan tenggelam, mereka bisa melihat bayangan Pulau Negro yang mencuat dari laut di sebelah selatan.

Vera berkata dengan heran, “Jauh sekali.”

Vera memang mempunyai gambaran yang lain. Dia membayangkan pulau itu dekat dengan pantai dan dihiasi sebuah rumah putih yang indah. Tetapi temyata rumah itu tidak kelihatan sama sekali. Dia hanya melihat karang besar yang menonjol dengan bentuk kepala seorang Negro raksasa. Ada sesuatu yang menyeramkan pada pulau itu. Vera bergidik.

Di luar Penginapan Seven Star terlihat tiga orang yang sedang duduk duduk. Hakim Tua yang duduk membungkuk, Nona Brent yang duduk tegak, dan orang ketiga, seorang laki-laki besar dan congkak yang memperkenalkan dirinya.

“Kami memutuskan untuk menunggu Anda saja,” katanya. “Jadi sekali jalan. Perkenalkan, saya Davis. Tempat kelahiran saya Natal, Afrika Selatan, ha ha!”

Dia tertawa berderai-derai.

Tuan Justice Wargrave memandangnya dengan sebal. Jika ini di sidang pengadilan dia akan memerintahkan agar sidang segera dibubarkan. Sedang Nona Emily Brent tidak tahu apakah dia menyukai koloni atau tidak.

“Sebelum kita berangkat apakah ada yang ingin minum?” tanya Tuan Davis dengan ramah.

Tidak seorang pun yang mengiakan usulnya. Tuan Davis berputar dan mengacungkan jarinya.

“Jika demikian kita tidak boleh berlama-lama. Tuan dan nyonya rumah pasti menunggu kita,” katanya.

Dia mungkin melihat ada rasa enggan menyelimuti anggota-anggota lain dalam rombongan itu.

Sebagai jawab isyarat panggilan Davis, seorang laki-laki yang sedang bersandar di dinding maju menemui mereka. Langkah-langkahnya menunjukkan bahwa dia orang yang tidak asing lagi dengan laut. Lelaki itu berwajah keras, dan matanya yang gelap memberi kesan menghindar. Dia berbicara dengan logat Devon yang halus.

“Apakah Anda semua siap berangkat? Perahu sudah menunggu. Ada dua orang tuan lagi yang akan datang dengan mobil, tetapi Tuan Owen mengatakan tidak perlu menunggu mereka karena kita tidak tahu jam kedatangan mereka.”

Rombongan itu berdiri. Lelaki tersebut mendahului dan membawa mereka menuju dermaga kecil dari batu. Di sampingnya ada perahu motor.

Emily Brent berkata,

“Perahu itu sangat kecil.”

Pemilik perahu berkata membujuk,

“Perahu ini baik, Bu. Dengan perahu ini ibu dapat pergi ke Plymouth dalam waktu singkat.”

Tuan Justice Wargrave berkata dengan tajam,

“Jumlah kita banyak.”

“Perahu itu bisa membawa dua kali lipat, Pak.”

Philip Lombard berkata dengan suara ringan dan menyenangkan,

“Tak apalah — cuaca cerah — tidak ada gelombang.”

Dengan agak ragu ragu Nona Brent membiarkan dirinya ditolong masuk ke perahu. Yang lain mengikutinya. Sejauh itu belum ada hubungan yang akrab di antara mereka. Kelihatannya satu sama lain masih ragu-ragu.

Ketika mereka bersiap siap untuk berangkat, tukang perahu yang sedang melepas tali tambatan itu tertegun.

Sebuah mobil sedang menuruni jalanan kecil yang curam. Mobil itu tidak hanya kelihatan kuat tetapi juga bagus sekali. Di dalamnya duduk seorang laki-laki muda, rambutnya melambai ke belakang tertiup angin. Dalam cahaya petang dia kelihatan tidak seperti manusia, melainkan seperti dewa, dewa pahlawan dari Saga Utara.